SEJARAH BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) merupakan organisasi mahasiswa intra kampus yang memiliki peran penting sebagai lembaga eksekutif di tingkat pendidikan tinggi. Dipimpin oleh seorang Presiden Mahasiswa atau Ketua BEM, organisasi ini bertanggung jawab dalam melaksanakan program-program yang bermanfaat bagi mahasiswa. Pada awal pembentukan BEM, saat itu dikenal sebagai DEMA (Dewan Mahasiswa), fungsinya lebih menitikberatkan pada perwakilan mahasiswa dan menjadi wadah belajar politik sebagai student government. Namun, seiring berjalannya waktu, BEM telah mengalami perkembangan dan penyesuaian peran sesuai dengan perkembangan konteks perguruan tinggi dan tuntutan peran mahasiswa dalam masyarakat.
Saat ini, BEM umumnya memiliki beberapa kementerian dan departemen atau bidang, yang masing-masing memiliki tanggung jawabnya sendiri dalam melaksanakan program-program yang berkaitan dengan bidang tersebut. Dalam menjalankan tugasnya, BEM juga berfungsi sebagai perwakilan dan advokat bagi mahasiswa, menyuarakan aspirasi mereka, dan memperjuangkan kepentingan mahasiswa baik di dalam kampus maupun masyarakat.
BEM memang memiliki sejarah panjang dalam peran mereka sebagai pengontrol kebijakan pemerintah. Sejak era awal terbentuknya organisasi mahasiswa pada tahun 1950, semangat untuk belajar berpolitik telah menjadi bagian integral dari gerakan mahasiswa. Semangat untuk berpolitik lebih mengemuka daripada semangat untuk berpolitik praktis. Gerakan mahasiswa pada waktu itu lebih fokus pada protes terhadap kebijakan pemerintah yang mereka anggap tidak adil atau tidak sesuai dengan kepentingan rakyat. Dalam konteks Indonesia, gerakan-gerakan protes sporadik di kampus memiliki dampak signifikan, termasuk dalam tuntutan untuk mundurnya Soeharto dari jabatannya sebagai presiden.
Peran mahasiswa sebagai agen perubahan dan kontrol sosial terus berlanjut hingga saat ini. BEM dan organisasi mahasiswa lainnya terus menjadi pengawas kritis terhadap kebijakan pemerintah, memperjuangkan hak-hak mahasiswa, dan mengadvokasi kepentingan masyarakat. Mereka juga berperan dalam memperjuangkan perubahan sosial, mengadvokasi isu-isu kampus, memberikan pelayanan dan kegiatan positif bagi mahasiswa, serta menjadi wadah pengembangan kepemimpinan dan kemampuan mahasiswa. Semangat gerakan independen ini menjadi salah satu pilar utama dalam membangun demokrasi yang kuat dan transparan di Indonesia.
Rentang waktu 1908-1998, mahasiswa di Indonesia melihat diri mereka sebagai the future man atau calon pengisi pos-pos birokrasi pemerintahan yang akan datang. Peran politik mulai masuk ke dalam kehidupan mahasiswa melalui Organisasi Ekstra Kampus yang berkompetisi untuk menguasai DEMA. Organisasi Ekstra Kampus pada era itu umumnya didasarkan pada ideologi dan memiliki afiliasi dengan partai politik. Sebagian dari organisasi ekstra ini membuka sekretariat terselubung di dalam kampus. Kehidupan berorganisasi di dalam kampus pada masa itu mirip dengan miniatur politik di negara. Pembentukan DEMA menjadi titik awal munculnya berbagai gerakan dan demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa. Mahasiswa menggunakan platform organisasi ini untuk menyuarakan aspirasi, memperjuangkan perubahan sosial dan politik, serta mengkritik kebijakan pemerintah yang mereka anggap tidak adil atau tidak sesuai dengan kepentingan rakyat.
Gerakan-gerakan mahasiswa pada masa itu menjadi penting dalam pergolakan politik dan sejarah Indonesia. Demonstrasi, unjuk rasa, dan tuntutan mahasiswa telah memainkan peran yang signifikan dalam perubahan politik dan sosial di negara ini. Contohnya, gerakan mahasiswa pada masa Orde Baru berperan penting dalam menuntut reformasi politik, yang pada akhirnya mengakibatkan jatuhnya rezim Soeharto pada tahun 1998. Melalui aksi-aksi demonstrasi dan perjuangan mereka, mahasiswa telah membuktikan peran mereka sebagai agen perubahan dalam masyarakat. Mereka telah menjadi suara yang kritis, berani, dan berkomitmen untuk memperjuangkan keadilan, demokrasi, dan kesejahteraan rakyat. Perjuangan mahasiswa pada masa itu meninggalkan warisan penting bagi perjalanan demokrasi dan perubahan sosial di Indonesia. Setelah peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965, demonstrasi-demonstrasi yang terjadi di era DEMA menjadi sangat signifikan. Gerakan mahasiswa pada masa itu memainkan peran penting dalam menciptakan kondisi politik yang memuluskan lahirnya rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.
Pada saat Soeharto berkuasa, mahasiswa terus memperkuat independensinya dalam ranah politik. Gerakan mahasiswa menjadi identik dengan gerakan politik, dan peran mereka sebagai alat kontrol sosia, terutama dalam mengkritisi kebijakan pembangunan yang timpang dan korupsi yang merajalela. Kritik-kritik yang dilontarkan oleh mahasiswa terhadap kebijakan pemerintah tersebut membuat rezim Orde Baru mulai merasa terganggu dan jengah. Hal ini kemudian menjadi awal dari upaya pemberangusan terhadap suara-suara kritis di kampus. Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk membatasi dan mengendalikan aktivitas mahasiswa, termasuk melalui tindakan represif dan penekanan terhadap kebebasan berekspresi. Meskipun demikian, peran mahasiswa dalam gerakan politik tidak bisa diabaikan. Gerakan mahasiswa pada masa itu memberikan sumbangsih yang signifikan terhadap perubahan politik dan sosial di Indonesia. Meskipun mereka menghadapi tantangan dan pembatasan, semangat kritis dan perjuangan mahasiswa tetap memberikan inspirasi bagi generasi-generasi berikutnya dalam memperjuangkan demokrasi, keadilan, dan kebebasan di Indonesia.
Pada tahun 1978, pemerintah menerapkan kebijakan pembekuan terhadap DEMA yang dikenal sebagai Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK). Kebijakan NKK ini diberlakukan setelah Daoed Yusuf menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1979, berdasarkan Surat Keputusan No. 0156/U/1978. Kebijakan ini bertujuan untuk mengarahkan mahasiswa hanya pada jalur akademik dan menjauhkan mereka dari aktivitas politik yang dianggap dapat membahayakan posisi rezim Soeharto. Selain itu, pemerintah juga menerapkan bentuk susunan lembaga organisasi kemahasiswaan di Lingkungan Perguruan Tinggi berupa Badan Koordinasi Keorganisasian (BKK) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 037/U/1979. Melalui kebijakan ini, pemerintah melarang keberadaan DEMA dan hanya mengizinkan organisasi mahasiswa tingkat fakultas seperti Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) dan Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (BPMF). Sejak diberlakukannya kebijakan NKK/BKK, mahasiswa tidak lagi terlibat dalam aktivitas politik kampus dan nasional.
Model gerakan mahasiswa berubah secara drastis dari pola gerakan jalanan seperti demonstrasi menjadi pola yang lebih aman, yaitu kajian intelektual. Mahasiswa lebih fokus pada kegiatan akademik dan diskusi intelektual, sementara aktivitas politik yang kritis dan berpotensi mengganggu rezim Soeharto ditekan dan dibatasi. Meskipun mahasiswa terbatas dalam aktivitas politik, namun semangat kritis dan aspirasi perubahan tetap ada. Mahasiswa masih melakukan kajian dan pembahasan mengenai isu-isu sosial dan politik, meskipun dalam lingkup yang lebih terbatas. Kebijakan NKK/BKK memiliki dampak signifikan terhadap perubahan dinamika gerakan mahasiswa di Indonesia, tetapi semangat mahasiswa untuk memperjuangkan perubahan tetap ada dan terus berlangsung dalam berbagai bentuk yang sesuai dengan konteks dan keterbatasan yang ada.
Pada tahun 1990, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hassan membuka kembali ruang gerak mahasiswa di dalam kampus dengan mengizinkan berdirinya Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT). Namun kewenangan dan struktur SMPT dibatasi, di mana SMPT hanya berfungsi sebagai wadah koordinasi antara ketua Senat Mahasiswa Fakultas dan ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan. Dalam Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Mendikbud Fuad Hassan, diatur bahwa pelaksanaan teknis terkait pembentukan SMPT diatur sendiri oleh masing-masing perguruan tinggi. Akibatnya, struktur SMPT memiliki variasi yang beragam di setiap perguruan tinggi. Sebagai contoh, di SM-UGM, terdapat kongres yang mengawasi SMPT, UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa), dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) secara sejajar dengan mekanisme legislatif-eksekutif. Di SM-UI, dilakukan pemisahan tugas antara Ketua Umum SMPT sebagai lembaga legislatif dan Ketua Harian SMPT sebagai lembaga eksekutif.
Setelah Reformasi berlangsung, konsep Senat Mahasiswa kemudian berubah menjadi lembaga legislatif mahasiswa. Untuk menjalankan program-program Senat Mahasiswa, dibentuk Badan Pelaksana Senat Mahasiswa yang kemudian dikenal sebagai Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Awalnya, pengurus BEM dipilih dan bertanggung jawab kepada Sidang Umum Senat Mahasiswa. Namun saat ini, kedua lembaga ini berdiri sendiri. BEM menjadi lembaga eksekutif mahasiswa, sementara Senat Mahasiswa berubah bentuk menjadi Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) dengan fungsi legislatif. Ketua kedua lembaga ini sekarang dipilih langsung melalui pemilihan umum mahasiswa. Perubahan ini menunjukkan adanya evolusi dalam struktur dan peran lembaga-lembaga mahasiswa setelah masa Reformasi. Meskipun ada variasi dalam struktur dan mekanisme disetiap perguruan tinggi, namun BEM dan DPM saat ini merupakan dua lembaga yang memiliki peran penting dalam menjalankan fungsi eksekutif dan legislatif mahasiswa, serta merepresentasikan aspirasi dan kepentingan mahasiswa ditingkat perguruan tinggi.
Melalui partisipasi aktif dalam organisasi mahasiswa seperti BEM, mahasiswa dapat belajar tentang politik, belajar berdiskusi, berdebat, mempengaruhi perubahan, dan memajukan kepentingan bersama. Hal ini menjadi bagian penting dari pendidikan di perguruan tinggi yang mengembangkan pemahaman dan keterampilan yang diperlukan untuk berkontribusi dalam masyarakat. Teruslah berinovasi dan terlibat aktif dalam organisasi BEM, karena melalui BEM, mahasiswa dapat memperoleh pengalaman berharga, meningkatkan kepemimpinan, dan berkontribusi dalam memajukan lingkungan kampus dan kehidupan mahasiswa secara keseluruhan.
Referensi:
- BM, “Gerakan Mahasiswa dari Masa ke Masa,” https://bahanamahasiswa.co/gerakan- mahasiswa-dari-masa-ke-masa/, vol. 1, no. 1, p. 1, 2013.
- A. Fadrik, “Riwayat Gerakan Mahasiswa: Dari Dema Hingga BEM,” https://tirto.id/riwayat-gerakan-mahasiswa-dari-dema-hingga-bem-cEpd, vol. 1, no. 1, pp. 1-7, 2018.